Selasa, 25 Februari 2014

Fenomena Matahari



Halo Matahari

Barangkali anda pernah mendengar istilah “halo” dalam bahasa asing (Inggris). Biasanya, istilah ini merujuk pada benda berbentuk cincin yang melingkari sesuatu. Dalam menggambarkan orang suci, misalnya, dalam masyarakat barat biasanya di atas kepala orang suci tersebut dilukiskan sebuah lingkaran.
Dalam ilmu Fisika, istilah halo digunakan untuk banyak hal. Cincin pada suatu planet kadang-kadang juga disebut halo. Yang paling mudah kita amati adalah halo yang terbentuk di sekeliling Matahari atau Bulan jika dilihat dari Bumi. Dengan adanya halo, Matahari atau Bulan akan tampak memiliki cincin di sekelilingnya sehingga tampak unik dan indah.
Halo Bulan
Bagaimana Hal ini Bisa Terjadi?

Halo, dalam bahasa dan tulisan Latin
ἅλως, juga disebut sebagai nimbus atau gloriole. Merupakan fenomena optik yang menampilkan bentuk cincin di sekitar sumber cahaya. Di alam biasanya kita lihat saat bulan purnama atau saat matahari terang di siang hari.

Fenomena tersebut terjadi akibat refleksi dan refraksi cahaya matahari/bulan oleh kristal-kristal es yang terdapat di awan cirrus, awan yang terletak di tingkatan atmosfer yang disebut troposfer, sekitar 5-10 km dari permukaan bumi.

Halo adalah fenomena optikal berupa lingkaran cahaya di sekitar sumber cahaya Matahari atau Bulan. Fenomena Halo adalah lingkaran seperti pelangi yang mengelilingi matahari. Halo adalah fenomena yang lebih sering terjadi di langit.

Pada umumnya halo melibatkan putaran radius 22° halo dan sundogs (Parhelia). Dalam gambar diatas, menunjukan matahari di kelilingi oleh 22° halo dan dilambungi (sisi) oleh sundogs. Parhelic circle adalah biasan cahaya kristal yang melepasi sundogs dan mengelilinginya. Kadangkala ia melapisi keseluruhan ruang langit dalam latitut yang sama dengan matahari. Pembinaan tangen ketinggian dan rendah (Upper Tangent arc and Lower Tangent arc) menyentuh secara terus dengan 22° halo sama ada di atas atau dibawah matahari. Pembuatan Lengkungan (Circumzenithal arc) akan terjadi di atas kristal tersebut.

Radius 22° gerhana matahari tidak kelihatan. Ia seperti helaian yang berlapis-lapis atau habuk pada permukaan awan cirrus yang nipis. Awan ini sejuk dan mengandung kristal es walaupun pada iklim yang sangat panas.

Gerhana matahari sangat besar, selalu mempunyai diameter yang sama dalam posisinya di langit. Kadang-kadang hanya sebagian saja yang muncul. Semakin kecil cincin cahaya yang terbias muncul mengelilingi matahari atau bulan, dihasilkan oleh corona dari lebih banyak tetesan air daripada dibiaskan oleh kristal es, hal ini bukan berarti menunjukkan bahwa hujan akan turun.

Saat awan cirus hanya merefleksikan dan merefraksikan cahaya matahari, biasanya halo yang terbentuk hanya cincin yang tak berwarna. Namun jika pada sudut yang tepat, bisa terjadi juga dispersi sehingga cincin yang terjadi juga berwarna seperti halnya pelangi. Contoh refraksi yang sederhana adalah saat anda melihat sedotan dalam gelas berisi air terlihat patah, atau permukaan dasar kolam yang terlihat menjadi lebih dekat ke permukaan daripada yang sebenarnya.

Refleksi yang terjadi saat cahaya melewati titik air, es atau kristal yang transparan hanya terjadi pada sudut tertentu saja. Sudut ini ditentukan oleh index refraksi medium tersebut. Contoh sederhana saat kita melihat akuarium pada sudut tertentu kaca akuarium yang tembus pandang tiba-tiba menjadi cermin, memantulkan bayangan isi akuarium.

Fenomena Halo, Fenomena Biasa

Prakirawan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Susi Susiana, menyebutkan bahwa fenomena halo merupakan fenomena biasa yang bisa terjadi di seluruh muka bumi.

Bulatan halo di langit terbentuk karena adanya reaksi optik ketika sinar matahari dibiaskan kristal-kristal air pada lapisan awan tipis cirrus.

“Fenomena alam itu lumrah dan bisa terjadi di mana saja, seperti pelangi mengelilingi matahari atau bulan. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan cuaca,” kata Susiana saat menghadiri Peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-60 tahun 2010 di Lembang Kabupaten Bandung.

Ia menyebutkan, fenomena halo mungkin jarang terjadi di daerah tropis, namun di belahan bumi Eropa fenomena itu sering terjadi.

Halo, selain terjadi dalam bentuk lingkaran penuh dengan bagian pinggir berbingkai warna pelangi, juga bisa terjadi dalam lingkaran separuh dengan pusat pada cahaya matahari.

Susiana menyebutkan, bila ingin melihat halo, kedua mata harus dilindungi dari pancaran sinar matahari.

“Jangan sesekali terlalu lama memandang halo, kalau perlu memakai kacamata hitam atau tiga dimensi, hindari kilauan pada kaca atau cermin,” katanya.

Khusus bagi mereka yang hendak mengambil foto dengan menggunakan kamera single lens reflex (SLR), sebaiknya tidak langsung membidik melalui kotak bidik ke arah halo, karena cahaya matahari akan masuk ke dalam lensa fokus dan bisa merusak retina mata.

Pertanda Gempa?
Masyarakat Sumatera Barat yang mengamati halo di sekeliling Matahari pada 21 Oktober 2010 dipanikkan dengan isu gempa yang akan menyusul. Pasalnya, ada desas-desus yang mengatakan bahwa sebelum gempa 30 September 2009, halo juga terlihat di sekeliling Matahari.
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, halo tidak terbentuk oleh suatu aktivitas seismik (aktivitas lempeng bumi). Penanda suatu gempa bumi haruslah berasal dari akibat aktivitas seismik, misalnya gerak lempeng (diamati menggunakan GPS) atau anomali pada ionosfer (diamati menggunakan ionosonda). Karena itu, halo sama sekali tidak ada hubungannya dengan gempa bumi.

0 komentar:

Posting Komentar